PENGERTIAN DARI KEAKTIFAN BELAJAR SISWA
1. Keaktifan Siswa
Keaktifan berasal dari kata aktif yang
artinya giat bekerja, giat berusaha, mampu bereaksi dan beraksi,
sedangkan arti kata keaktifan adalah kesibukan atau kegiatan (Em Zul
Fajri dan Ratu Aprilia Senja, 2004: 36). Dalam mengkategorikan
keaktifan, dapat ditinjau dari dua hal yaitu keaktifan dapat digolongkan
menjadi keaktifan jasmani dan keaktifan rohani. Keaktifan jasmani
maupun rohani meliputi (1) keaktifan indera yaitu pendengaran,
penglihatan, peraba dan lain-lain; (2) keaktifan akal; serta (3)
keaktifan ingatan. Keaktifan juga termasuk dalam sumber pembelajaran
yang merupakan kombinasi antara suatu teknik dengan sumber lain
(Mulyasa, 2008: 158).
Pembelajaran aktif bertitik tolak dari anggapan bahwa siswa memiliki potensi, dan dapat diwujudkan apabila diberi banyak kesempatan untuk berpikir sendiri. Oleh karena itu cara memandang dan menyikapi tugas guru juga berorientasi bukan lagi sebagai seseorang yang serba tahu yang siap untuk memberi kebijaksanaan, melainkan sebagai kasalisator terjadinya proses belajar dan siswa secara terus menerus berusaha menyempurnakan diri sehingga mampu menjadi katalis yang semakin meningkat kemampuannya (Hasibuan dan Moedjiono, 2009: 12).
Pembelajaran aktif bertitik tolak dari anggapan bahwa siswa memiliki potensi, dan dapat diwujudkan apabila diberi banyak kesempatan untuk berpikir sendiri. Oleh karena itu cara memandang dan menyikapi tugas guru juga berorientasi bukan lagi sebagai seseorang yang serba tahu yang siap untuk memberi kebijaksanaan, melainkan sebagai kasalisator terjadinya proses belajar dan siswa secara terus menerus berusaha menyempurnakan diri sehingga mampu menjadi katalis yang semakin meningkat kemampuannya (Hasibuan dan Moedjiono, 2009: 12).
Proses pembelajaran pada hakekatnya untuk mengembangkan keaktifan siswa melalui berbagai interaksi dan pengalaman belajar. Aktifitas siswa menjadi hal yang penting karena kadangkala guru lebih menekankan pada aspek kognitif, dengan menekankan pada kemampuan mental yang dipelajari sehingga hanya berpusat pada pemahaman bahan pengetahuan. Guru perlu menyadari bahwa pada saat mengajar, guru lebih memposisikan dirinya sebagai fasilitator.
Keaktifan siswa dalam belajar merupakan
persoalan penting dan mendasar yang harus dipahami, disadari dan
dikembangkan oleh setiap guru dalam proses pembelajaran. Keaktifan
belajar ditandai oleh adanya keterlibatan secara optimal, baik
intelektual, emosi dan fisik. Siswa merupakan manusia belajar yang aktif
dan selalu ingin tahu. Daya keaktifan yang dimiliki anak secara kodrati
itu akan dapat berkembang ke arah yang positif saat lingkungannya
memberikan ruang yang baik untuk perkembangan keaktifan itu
(Aunurrahman, 2009: 119).
Belajar bukanlah menghafal sejumlah fakta
atau informasi. Belajar adalah berbuat, memperoleh pengalaman tertentu
sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Strategi pembelajaran harus dapat
mendorong aktifitas siswa. Aktifitas tidak terbatas pada aktifitas
fisik, akan tetapi juga meliputi aktifitas yang bersifat psikis seperti
aktifitas mental (Wina Sanjaya, 2007: 130). Menurut Sudjana (2001:72), keaktifan
siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar dapat dilihat dalam (1)
turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya; (2) terlibat dalam
pemecahan masalah; (3) bertanya kepada siswa lain atau guru apabila
tidak memahami persoalan yang dihadapinya; (4) berusaha mencari berbagai
informasi yang diperlukan untuk memecahkan masalah; (5) melatih diri
dalam memecahkan masalah atau soal; serta (6) menilai kemampuan dirinya
dan hasil-hasil yang diperoleh.
Terdapat beberapa prinsip belajar yang
dapat menunjang tumbuhnya cara belajar siswa aktif, yakni (1) stimulus
belajar; (2) perhatian dan motivasi, (3) respon yang dipelajari; serta
(4) penguatan serta umpan balik. Berikut ini dijelakan secara umum
kelima prinisp tersebut:
a. Stimulasi Belajar
Pesan yang diterima siswa dari guru melalui informasi biasanya dalam bentuk stimulus. Proses pemberian stimulus tersebut dapat berbentuk verbal, bahasa, visual, auditif, dan lainnya. Stimulus hendaknya benar-benar mengkomunikasikan informasi yang dingin disampaikan guru kepada siswa.
Pesan yang diterima siswa dari guru melalui informasi biasanya dalam bentuk stimulus. Proses pemberian stimulus tersebut dapat berbentuk verbal, bahasa, visual, auditif, dan lainnya. Stimulus hendaknya benar-benar mengkomunikasikan informasi yang dingin disampaikan guru kepada siswa.
b. Perhatian dan motivasi
Perhatian dan motivasi merupakan
prasyarat utama dalam proses belajar mengajar. Tanpa adanya perhatian
dan motivasi hasil belajar yang dicapai siwa tidak akan optimal.
Stimulus belajar yang diberikan guru tidak akan berarti tanpa adanya
perhatian dan motivasi dari siswa. Perhatian dan motivasi belajar siswa
tidak akan lama bertahan selama proses belajar mengajar berlangsung.
Oleh sebab itu perlu diusahakan oleh guru untuk menumbuhkan perhatian
dan motivasi.
c. Respons yang dipelajari
Belajar adalah proses yang aktif,
sehingga apabila siswa tidak dilibatkan dalam berbagai kegiatan belajar
sebagai respons siswa terhadap stimulus guru, tidak mungkin siswa dapat
mencapai hasil belajar yang dikehendaki. Keterlibatan siswa atau respons
siswa terhadap stimulus guru bisa meliputi berbagai bentuk seperti
perhatian, proses internal terhadap informasi, tindakan nyata dalam
bentuk partisipasi kegiatan belajar dan sebagainya.
Keterkaitan guru dan siswa dalam
kaitannya dengan stimulus dan respon didukung oleh penerapan strategi
belajar yang tepat. Strategi pembelajaran yang melibatkan guru dan
siswa, lebih efektif daripada tanpa bantuan dari guru.
Teaching strategies in which the
teacher and the students work together are generally more effective that
those in which the student are expected to learn new words without the
teacher’s help (Ross, Burns Roe, 1992: 195).
d. Penguatan
Setiap tingkah laku yang diikuti oleh
kepuasan terhadap kebutuhan siswa akan mempunyai kecenderungan untuk
diulang kembali manakala diperlukan. Hal ini berarti apabila respons
siswa terhadap stimulus guru memuaskan kebutuhannya, maka siswa
cenderung untuk mempelajari tingkah laku tersebut. Sumber penguat
belajar untuk memuaskan kebutuhan berasal dari nilai, pengakuan prestasi
siswa, persetujuan pendapat siswa, ganjaran, hadian dan lainnya.
e. Pemakaian dan pemindahan
Pikiran manusia mempunyai kesanggupan
menyimpan informasi yang tidak terbatas jumlahya. Dalam hal penyimpanan
informasi yang tidak terbatas penting sekali diperhatikan pengaturan dan
penempatan informasi sehingga dapat digunakan kembali apabila
diperlukan. Pengingatan kembali informasi yang telah diperoleh tersebut
cenderung terjadi apabila digunakan dalam situasi yang serupa. Belajar
dengan memperluas pembentukan asosiasi dapat meningkatkan kemampuan
siswa untuk memindahkan apa yang sudah dipelajari kepada situasi lain
yang serupa di masa mendatang (Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, 2004:
214).
Kadar pembelajaran aktif (Muhammad Ali, 2008: 69) dapat diidentifikasikan dari adanya ciri sebagai berikut:
- Adanya keterlibatan siswa dalam menyusun atau membuat perencanaan, proses belajar mengajar dan evaluasi.
- Adanya keterlibatan intelektual-emosional siswa baik melalui kegiatan mengalami, menganalisa, berbuat dan pembentukan sikap.
- Adanya keikutsertaan siswa secara kreatif dalam menciptakan situasi yang cocok untuk berlangsungnya proses belajar mengajar.
- Guru bertindak sebagai fasilitator dan koordinator kegiatan belajar siswa, bukan sebagai pengajar (instruktur) yang mendominasi kegiatan di kelas.
- Menggunakan berbagai metode secara bervariasi, alat dan media pengajaran .
Dalam pembelajaran tuntutan keaktifan
siswa merupakan konsekuensi logis dari pengajaran. Hampir tidak pernah
terjadi proses belajar tanpa adanya keaktifan siswa dalam belajar.
Permasalahannya hanya terletak dalam kadar atau bobot keaktifan belajar
siswa. Ada keaktifan belajar kategori rendah, sedang dan ada pula
keaktifan belajar kategori tinggi. Seandainya dibuat rentangan skala
keaktifan, maka dapat diskala satu sampai sepuluh (Abdu Ahmadi dan
Widodo Supriyono, 2004: 206).
Terdapat beberapa asumsi perlunya pembelajaran berorientasi pada aktivitas siswa. Pertama,
asumsi filosofis tentang pendidikan. Pendidikan merupakan usaha sadar
mengembangkan manusia menuju kedewasaan, baik kedewasaan intelektual,
sosial, maupun kedewasaan moral. Oleh karena itu, proses pendidikan
bukan hanya mengembangkan intelektual saja, tetapi mencakup seluruh
potensi yang dimiliki anak didik. Hakikat pendidikan pada dasarnya
adalah
(a) interaksi manusia;
(b) pembinaan dan pengembangan potensi manusia;
(c) berlangsung sepanjang hayat;
(d) kesesuaian dengan kemampuan dan tingkat perkembangan siswa;
(e) keseimbangan antara kebebasan subjek didik dan kewibawaan guru; serta
(f) peningkatan kualitas hidup manusia.
(a) interaksi manusia;
(b) pembinaan dan pengembangan potensi manusia;
(c) berlangsung sepanjang hayat;
(d) kesesuaian dengan kemampuan dan tingkat perkembangan siswa;
(e) keseimbangan antara kebebasan subjek didik dan kewibawaan guru; serta
(f) peningkatan kualitas hidup manusia.
Kedua, asumsi tentang siswa
sebagai subjek pendidikan, yaitu
(a) siswa bukanlah manusia dalam ukuran mini, akan tetapi manusia yang sedang dalam tahap perkembangan;
(b) setiap manusia mempunyai kemampuan yang berbeda;
(c) anak didik pada dasarnya adalah insan yang aktif, kreatif dan dinamis dalam menghadapi lingkungannya;
(d) anak didik memiliki motivasi untuk memenuhi kebutuhannya.
Asumsi tersebut menggambarkan bahwa anak didik bukanlah objek yang harus dijejali dengan infomrasi, tetapi subjek yang memiliki potensi dan proses pembelajaran seharusnya diarahkan untuk mengembangkan seluruh potensi yang dimiiki anak didik itu.
(a) siswa bukanlah manusia dalam ukuran mini, akan tetapi manusia yang sedang dalam tahap perkembangan;
(b) setiap manusia mempunyai kemampuan yang berbeda;
(c) anak didik pada dasarnya adalah insan yang aktif, kreatif dan dinamis dalam menghadapi lingkungannya;
(d) anak didik memiliki motivasi untuk memenuhi kebutuhannya.
Asumsi tersebut menggambarkan bahwa anak didik bukanlah objek yang harus dijejali dengan infomrasi, tetapi subjek yang memiliki potensi dan proses pembelajaran seharusnya diarahkan untuk mengembangkan seluruh potensi yang dimiiki anak didik itu.
Ketiga, asumsi tentang guru
adalah
(a) bertanggungjawab atas tercapainya hasil belajar peserta didik;
(b) guru memiliki kemampuan profesional dalam mengajar;
(c) guru mempunyai kode etik keguruan;
(d) guru memiliki peran sebagai sumber belajar, pemimpin dalam belajar yang memungkinkan terciptanya kondisi yang baik bagi siswa dalam belajar.
(a) bertanggungjawab atas tercapainya hasil belajar peserta didik;
(b) guru memiliki kemampuan profesional dalam mengajar;
(c) guru mempunyai kode etik keguruan;
(d) guru memiliki peran sebagai sumber belajar, pemimpin dalam belajar yang memungkinkan terciptanya kondisi yang baik bagi siswa dalam belajar.
Keempat, asumsi yang berkaitan
dengan proses pengajaran adalah
(a) proses pengajaran direncanakan dan dilaksanakan sebagai suatu sistem;
(b) peristiwa belajar akan terjadi manakala anak didik berinteraksi dengan lingkungan yang diatur oleh guru;
(c) proses pengajaran akan lebih aktif apabila menggunakan metode dan teknik yang tepat dan berdaya guna;
(d) pengajaran memberi tekanan kepada proses dan produk secara seimbang;
(e) inti proses pengajaran adalah adanya kegiatan belajar siswa secara optimal (Wina Sanjaya, 2007: 134).
(a) proses pengajaran direncanakan dan dilaksanakan sebagai suatu sistem;
(b) peristiwa belajar akan terjadi manakala anak didik berinteraksi dengan lingkungan yang diatur oleh guru;
(c) proses pengajaran akan lebih aktif apabila menggunakan metode dan teknik yang tepat dan berdaya guna;
(d) pengajaran memberi tekanan kepada proses dan produk secara seimbang;
(e) inti proses pengajaran adalah adanya kegiatan belajar siswa secara optimal (Wina Sanjaya, 2007: 134).
Guru perlu merancang kegiatan
pembelajaran yang memungkinkan siswa melakukan kegiatan belajar secara
aktif, baik fisik maupun mental. Siswa akan belajar secara aktif kalau
rancangan pembelajaran yang disusun guru mengharuskan siswa melakukan
kegiatan belajar. Rancangan pembelajaran yang mencerminkan kegiatan
belajar aktif perlu didukung oleh kemampuan guru memfasilitasi kegiatan
belajar siswa selama proses pembelajaran berlangsung (Tim, 2010: 142). Mengaktifkan belajar siswa dapat melatih
memori siswa agar bekerja dan berkembang secara optimal. Guru perlu
memberikan kesempatan siswa untuk mengoptimalisasikan memori siswa
bekerja secara maksimal dengan memberikan waktu untuk mengungkapkan
kreatifitasnya sendiri. Cara lain mengaktifkan siswa dengan memberikan
berbagai pengalaman belajar bermakna yang bermanfaat bagi kehidupan
siswa. Pemberian rangsangan tugas, tantangan, memecahkan masalah atau
mengembangkan pembiasaan agar dalam dirinya tumbuh kesadaran bahwa
belajar menjadi kebutuhan hidupnya.
Alasan lain mengaktifkan siswa yaitu
dengan menganalisis cara belajar siswa yang berbeda-beda. Setiap siswa
perlu memperoleh layanan bimbingan belajar yang berbeda pula, sehingga
seluruh siswa dapat berkembang sesuai dengan tingkat kemampuannya. Guru
perlu menyadari bahwa siswa berlatar belakang sosial yang berbeda
sehingga guru mempunyai tugas untuk menumbuhkan kesadaran agar setiap
siswa merasa membutuhkan belajar.
Bentuk kegiatan belajar aktif terfokus
kepada aktivitas siswa yang terlibat dalam pembelajaran. Siswa banyak
melakukan serangkaian kegiatan yang berfungsi untuk mencari pengalaman
pembelajaran. Klasifikasi kegiatan pembelajaran dapat berupa;
- kegiatan penyelidikan dengan membaca, wawancara, mendengarkan radio, maupun menonton film;
- kegiatan penyajian misalnya membuat laporan, mempertunjukkan, maupun membuat grafik;
- kegiatan latihan mekanis digunakan bila kelompok menemui kesulitan sehingga perlu diadakan latihan-latihan;
- kegiatan apresiasi, misalnya mendengarkan musik, maupun menyaksikan gambar;
- kegiatan observasi dan mendengarkan dengan membuat alat-alat belajar;
- kegiatan ekspresif kreatif yaitu dengan membuat pekerjaan rumah, bercerita, bermain dan sebagainya;
- bekerja dalam kelompok;
- melakukan percobaan di laboratorium maupun di lingkungan; serta
- kegiatan mengorganisasi dan menilai (Oemar Hamalik, 2004: 20).
Implikasi prinsip keaktifan dalam proses belajar terlihat dari beberapa kegiatan, yaitu:
- Memberi kesempatan, peluang seluas-luasnya kepada siswa untuk berkreativitas dalam proses belajarnya.
- Memberi kesempatan melakukan pengamatan, penyelidikan atau inkuiri dan eksperimen.
- Memberikan tugas individual dan kelompok melalui kontrol guru.
- Memberikan pujian verbal dan non verbal terhadap siswa yang memberikan respons terhadap pertanyaan yang diajukan.
- Menggunakan multi metode dan multi media di dalam pembelajaran (Aunurrahman, 2009: 121).
Dalam menganalisis tentang keaktifan
terdapat beberapa indikator yang dapat menjadi pedoman dalam pengukuran
keaktifan. Indikator keaktifan siswa dapat dilihat dari kriteria berikut
ini (1) perhatian siswa terhadap penjelasan guru; (2) kerjasamanya
dalam kelompok; (3) kemampuan siswa mengemukakan pendapat dalam
kelompok; (4) memberi kesempatan berpendapat kepada teman dalam
kelompok; (5) mendengarkan dengan baik ketika teman berpendapat; (6)
memberi gagasan yang cemerlang; (7) membuat perencanaan dan pembagian
kerja yang matang; (8) keputusan berdasarkan pertimbangan anggota yang
lain; (9) memanfaatkan potensi anggota kelompok; serta (10)
saling membantu dan menyelesaikan masalah (Ardhana, 2009: 2).
Apabila ditinjau dari indikator belajar
aktif, dapat dilihat beberapa tingkah laku yang muncul dalam suatu
proses belajar mengajar, berdasarkan apa yang dirancang oleh guru,
antara lain:
a. Berdasarkan sudut pandang siswa, dapat dilihat dari:
- Keinginan, keberanian menampilkan minat, kebutuhan, permasalahannya.
- Keinginan dan keberanian serta kesempatan untuk berpartisipasi dalam kegiatan persiapan, proses dan kelanjutan belajar.
- Menampilkan berbagai usaha belajar dalam menjalani dan menyelesaikan kegiatan belajar mengajar sampai mencapai keberhasilan.
- Kebebasan melakukan berbagai aktifitas tanpa tekanan guru atau pihak lain.
b. Ditinjau dari sudut guru, yaitu:
- Usaha mendorong, membina gairah belajar dan partisipasi siswa secara aktif.
- Peranan guru tidak mendominasi kegiatan proses belajar siswa.
- Memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar menurut cara dan keadaan masing-masing.
- Menggunakan berbagai kegiatan metode mengajar serta pendekatan multimedia.
c. Ditinjau dari segi program, yaitu:
- Tujuan instraksional serta konsep maupun isi pelajaran yang sesuai dengan kebutuhan, minat, serta kemampuan subjek didik.
- Program cukup jelas dapat dimengertin siswa dan menantang siswa untuk melakukan kegiatan belajar.
- Bahan pelajaran mengandung informasi, konsep, prinsip dan ketrampilan.
d. Ditinjau dari situasi belajar, dapat dilihat dari:
- Iklim hubungan antara guru dengan siswa, antara siswa dengan siswa, guru dengan guru, serta dengan unsur pimpinan sekolah.
- Gairah serta kegembiraan belajar siswa sehingga siswa memiliki motivasi yang kuat serta keleluasaan mengembangkan cara belajar masing-masing.
e. Ditinjau dari sarana belajar, maka dapat dilihat dari:
- Sumber-sumber belajar bagi siswa
- Fleksibilitas waktu untuk melakukan kegiatan belajar.
- Dukungan dari berbagai jenis media pengajaran.
- Kegiatan belajar siswa tidak terbatas di dalam kelas tapi juga di luar kelas (Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, 2004: 207).
Post a Comment for "PENGERTIAN DARI KEAKTIFAN BELAJAR SISWA"
terima kasih atas kunjungannya, info lebih lanjut bisa ditanyakan melalui contact person yang tersedia